Ketika
saya sedang searching di google, tiba-tiba saya tertarik mengetik keyword
“mentalitas anak kedokteran”, lalu di salah satu link-nya ada yang berjudul Dokter:
antara prestise, prestasi, dan pengabdian itu di tulis di
iinfadhilah.wordpress.com. Dan ternyata benar juga ternyata pikiran saya selama
ini, tidak cuma saya yang berpikiran seperti itu tentang Prodi Kedokteran.
Prestise karena dokter bagi masyarakat memiliki golongan tersendiri, jarang
dokter yang dipanggil hanya dengan pak atau dengan nama, kecuali oleh teman
dekatnya, biasanya akan dipanggil pak dokter atau dokter … (saya tahu ini
karena bapak saya berprofesi demikian, walaupun saya sendiri tidak tertarik
dengan kedokteran lalu mengambil Prodi Teknik). Prestasi karena tidak ada orang
bodoh yang masuk prodi kedokteran, lebih lagi, kuliah di kedokterna itu susah
dan lama, minimal 5,5 tahun(termasuk Koas). Jadi, pantaslah mereka disebut
berprestasi. Pengabdian, karena profesi dokter itu berhubungan dengan menolong
nyawa orang, membuat orang sembuh, dan itu membahagiakan pasien.
Tetapi,
selama ini jarang sekali alasan orang masuk kedokteran ingin membantu orang
lain ketika saya tanya. Kebanyakan teman-teman saya menjawab, ingin
membahagiakan orang tua, karena duitnya banyak, orang tua yang pengen, tidak
tahu prospek kerja program studi lain, bahkan ada yang menjawab kalo teknik mau
kerja apa (T.T). Hanya satu teman saya yang bilang kalau dia dulu masuk
kedokteran(karena dia udah koas) karena ingin pelayanan mengabarkan Injil lewat
profesinya.
Yang
dijawab oleh teman saya ini mungkin tidak bias mewakili seluruh mahasiswa Pendidikan
Dokter, namun cukup untuk menunjukkan ternyata ada juga yang mempunyai maksud
lain dari menjadi dokter ini. Saya takut hal ini menjadikan dokter-dokter masa
depan hanya mencari uang, bukan karena mengabdi, semoga hal-hal ini dapat
diubah pada waktu ospek karena biasanya waktu ospek kita akan di doktrin untuk
menjadi idealis...